Lompat ke isi utama

Berita

Bedah Pemikiran Topo Santoso, Bagja Harap Pembenahan Regulasi Hukum Pemilu

Bedah Pemikiran Topo Santoso, Bagja Harap Pembenahan Regulasi Hukum Pemilu

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Dalam diskusi daring dengan tema Membedah Pemikiran Topo Santoso tentang Penanganan Pelanggaran dan Lembaga Penyelenggara Pemilu, Selasa (7/7/2020), Anggota Bawaslu Rahmat Bagja merasa perlunya pembenahan regulasi hukum pemilu secara komperhensif. Utamanya menurut dia dalam penanganan pelanggaran administrasi dan penyelesaian sengketa pemilu.

Bagja mengambil contoh implementasi aturan yang digunakan seperti Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang dirasa belum maksimal. Berdasarkan Pasal 486 ayat 4 dan 5 UU 7/2017 terkait Kepolisian dan Kejaksaaan dalam Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) seharusnya bekerja penuh di Bawaslu, tidak boleh ada pengalihan kerja ke hal lain. Baginya implementasi tersebut masih belum sempurna.

"Kita harus perbaiki dari hulunya kalau mau membenahi sistem hukum pemilu ini," kata Bagja.

Mengutip pernyataan Ahli Pidana Pemilu Topo Santoso, Bagja menuturkan Bawaslu terlalu direpotkan dalam menjalankan fungsi pengawasan hingga menangani pelanggaran administrasi. Hal ini, lanjutnya, menimbulkan banyak kasus pelanggaran pemilu yang belum maksimal penyelesaiannya. Dia menambahkan belum lagi aturan waktu penegakan hukum pemilu yang kerap kali diburu oleh waktu.

"Semua serba cepat hal ini kerap diprotes teman-teman hakim. Menurut kami memang perlu waktu yang 'make sense' untuk peraturan UU-nya. Ini harus digodok lagi sebagai perbaikan untuk Bawaslu ke depan," tegasnya.

Harapan yang sama juga disampaikanTopo Santoso. Dirinya menegaskan UU Pemilu 7/2017 harus dibenahi. Topo berharap para pengambil kebijakan dapat bijaksana memandang perlunya kerangka hukum baru, sebab jika terus ada dalam regulasi lama, maka Bawaslu akan kesulitan dalam menangani pelanggaran dan penyelesaian sengketa pemilu mendatang.

"Kemarin saya diundang ke RDP dan banyak sekali kekurangan khususnya ketentuan pidana yang tidak konsisten, tidak nyambung antara subjek dengan saksinya berupa sanksi penjara dan denda," ujar Topo.

Editor: Ranap THS