Lompat ke isi utama

Berita

Tadarus Pengawas Pemilu 23 : Pilkada Di Tengah Pandemi, Apa Yang Harus Dilakukan?

Tadarus Pengawas Pemilu 23 : Pilkada Di Tengah Pandemi, Apa Yang Harus Dilakukan?

Pasca diterbitkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2020 pada tanggal 4 Mei 2020 lalu, muncul berdebatan publik mengenai reliebilitas pelaksanaan Pilkada pada bulan Desember di tengah pandemic Covid-19 dengan memperhatikan keamanan, kesehatan, keselamatan penyelenggara, peserta Pemilihan dan pemilih.

Tadarus pengawasan sesi ini akhirnya membahas hal tersebut kira-kira apa yang harus dilakukan?

Menghadirkan 3 orang narasumber Antara lain, Hurriyah dari Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Khoirunissa Agustyani dari Perludem, dan Yayan Hidayat dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), tadarus pengawasan membongkar hal tersebut

Hurriyah dari Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, mengungkapkan ada tiga implikasi serius dari keputusan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 terhadap penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah.

Pertama,kemungkinan dilaksanakannya Pilkada di tengah pandemi Covid-19, Kedua permasalahan muncul pada kualitas penyelenggaraan Pilkada, dan Ketiga permasalahan Hak Asasi Manusia atau HAM,” ungkapnya saat menjadi narasumber Tadarus Pengawasan Bawaslu RI edisi-23, Selasa (19/5).

Masih kata Hurriyah, potensi permasalahan yang bisa timbul dalam penyelenggaraan pilkada di tengah pandemic Covid-19 yaitu seperti malpraktek terkait dengan keterbatasan anggaran, pengaturan kampanye, dan manipulasi proses regulasi. “Permasalahan tingkat partisipasi pemilih, dan munculnya politik uang juga bisa terjadi,” terangnya.

“Rakyat juga berkewajiban untuk mengingatkan Negara untuk mengedepankan aspek keselamatan, kesehatan, dan keamanan publik karena Negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak-hak warga negaranya dalam situasi normal maupun darurat,” ujarnya.

Hurriyah pun berpesan kewajiban rakyat adalah mengawasi kekuasaan yang terbentuk sebagai hasil dari penggunaan hak rakyat.

Lebih lanjut dirinya menjelaskan bahwa, penundaan/pencabutan pelaksanaan pilkada ini bisa dilakukan sebagai akibat dari kondisi darurat, bencana non-alam dengan alasan memperhatikan aspek kesehatan masyarakat secara global. Ia juga menyampaikan penundaan/pencabutan pelaksanaan pilkada dilakukan dengan alasan menyelamatkan demokrasi rakyat Indonesia, dan meminimalisir politik uang oleh politik elite.